Sabtu, 17 Juli 2010

Citarasa kopi

Soal rasa memang perkara subjektif. Apalagi selera. Maka tak mengherankan bicara tentang 'rasa' dekat dengan kenyataan 'suka atau tidak suka'. Ini repot dan karenanya mestinya tak usah dibicarakan. Tapi kopi 'apa pun bentuknya', bagaimana pun adanya, adalah fakta. Fakta, sekali lagi. Bisa disentuh, dipegang, dicerap baunya (aroma-nya), dirasakan-dicecap-dicicip 'seduan'-nya, ditinjau penampilannya, bisa diperiksa asal-usulnya, sejarahnya, dianalisis secara filsafat (ga percaya? Tanya si penulis buku 'Filsafat Kopi'), dst. Nah, kalau tak bisa kita tolak bahwa kopi itu adalah fakta, maka akal budi dan pancaindera tentunya dapat kita pergunakan untuk mendeskripsikannya kan? Maka tentunya pula mendeskripsikan kopi adalah tugas 'rasional' yang sangat menantang untuk mereka yang senang mengamati, mencecap dan menjelaskannya dengan kekuatan akal budi .. Maaf hehe ..

Tapi, pada hemat saya, sebelum menghadapi tantangan mendeskripsikan kopi, saya mendapati bahwa terdapat suatu hambatan yang cukup serius, terutama sejauh terkait dengan upaya menjelaskannya dalam kata-kata. Ini maksudnya supaya pembaca mudah memahami. Lalu apa hambatan itu? Satu saja: Kebiasaan yang telah menjadi kesukaan kita semua pada gula dan rasa manis. Rasa manis yang sudah membudaya di Indonesia. Dan, dari sisi bisnis, adanya faktor dominan rekayasa gastronomik berbasis rasa gula yang dimanipulasi oleh banyak pengusaha makanan dan minuman publik berorientasi super-profit .. Dan, dari sisi etnik, pada hemat saya hal ini tidak hanya berlaku untuk orang Jawa, tapi juga bisa suku-suku yang lain, meskipun tak dapat dipukul rata, tentunya.

Mengapa gula dan rasa manis itu menghambat akal budi saya untuk menjelaskan rasa kopi? Di satu sisi, karena kopi itu sendiri memiliki ciri umum memiliki rasa pahit karena kandungan kafein di dalamnya. Tapi, di sisi lain, seperti saya percaya pada lidah saya, rasa pahit pada kopi itu tidaklah seragam. Intensitasnya berbeda-beda dari satu jenis kopi ke jenis kopi yang lain, dari satu cara menyangrai ke sangrai yang lain. Nah, kalau lidah kita sudah terbiasa dengan gula dan rasa manis, maka jika ada rasa pahit sedikit saja (tentu yang berasa pahit tidak hanya kopi tapi juga jamu atau jenis bumbu tertentu di dapur, misalnya), kita condong buru-buru akan menambahkan gula.

Kebiasaan ini kiranya sangat mendorong timbulnya 'bias' ketika kita hendak memasuki 'keanekaragaman' rasa kopi. Maksudnya, agar kita mampu membeda-bedakan aneka rasa kopi, terlebih dahulu sesungguhnya kita perlu mengatasi bias kerinduan (Freudian?) pada rasa manis. Jadi harap maklum jika pembaca yang suka rasa manis akan sedikit kesulitan memahami pelbagai rasa kopi, terutama kopi-kopi Indonesia, yang sesungguhnya dikenal sangat beraneka ragam, sesuai dengan pluralitas habitat dan ekosistem serta lingkungan tumbuh pohon kopi di Nusantara ini.

Nah, tapi masalahnya: bagaimana mendeskripsikan rasa kopi? Apakah hanya pahit? Lho kok kopi rasanya masam? Ada yang bilang rasanya 'mantap'. Apa maksud 'mantap' untuk rasa kopi? Kopi itu 'harum semerbak'. Atau, sebaliknya, baunya nyaris sudah tak dapat dicerap hidung. Karena ada berbagai macam penilaian, maka tampaknya tentang rasa dan aroma kopi jadi serba tak menentu. Pergulatan menemukan rahasia dan hakikat rasa kopi bisa jadi macet. Dan orang kembali kepada 'suka atau tidak suka', hehe .. Hal ini diperparah oleh hambatan bias kerinduan rasa manis tadi itu.

Tapi, meskipun demikian, setidaknya orang percaya bahwa ada yang 'berasa' pada kopi. Karenanya, sudah pasti orang yang bersangkutan percaya bahwa dimungkinkan dan dipersyaratkan adanya suatu kadar objektivitas, atau setidaknya suatu kemampuan untuk menilai, berkomentar, menengarai, dsb., sebelum ia menyatakan 'suatu' cerapan tertentu dari pancainderanya, apa pun bentuknya, apa pun rasa atau aroma itu.

Padahal, bukankah rasa dan bau (aroma?) adalah dua kenyataan yang memang sulit dinilai? Jika demikian, apakah diperlukan suatu cara 'demokratis' untuk menilainya? Barangkali ya, tapi banyak orang pikir untuk apa pusing-pusing sih? Apa pun pertentangan dan perbedaan pendapat yang mungkin muncul, pada hematnya semua orang kiranya mengaku bahwa sulit mendeskripsikan rasa dan aroma secara objektif. Hal ini persis berbeda kalau kita bicara misalnya tentang bunyi, sebagai suatu fenomena fisik yang dapat dicerap oleh salah satu pancaindera kita yaitu telinga. Deskripsi umumnya relatif lebih mudah: keras, lemah, lembut, lirih. Kiranya juga mudah kita cari alat ukurnya .. Rekam saja dengan tape recorder atau dengan recorder HP, lalu unduh dan baca dengan salah satu perangkat lunak yang sesuai. Maka grafik dan geraknya akan segera muncul .. hehe ..

Baiklah, sebelum kebablasan kita perlu kembali pada: Bagaimana dengan mendeskripsikan rasa kopi? Tapi sebelum mencoba menjawab pertanyaan ini, saya perlu ngaku dulu bahwa saya mengacu dan belajar dari thecoffeefaq.com. Tetapi bersamaan dengan itu, ketika membandingkan berbagai literatur publik ternyata seluk-beluk kopi sudah sangat banyak dikembangkan dalam kosakata bahasa Inggris. Mungkin juga bahasa fleksi dunia Barat yang lain. Kenyataannya dapat dikatakan mereka memang lebih menghargai kopi. Masyarakat Barat, terutama Amerika Serikat, boleh dikata pada umumnya kecanduan kopi. Ada berbagai kontroversi dalam sejarah sejak zaman kolonial, sehingga pada hematnya terdapat banyak sekali warisan berbagai pelajaran yang bisa memiliki banyak manfaatnya, baik yang positif maupun negatif.

***

Nah, singkatnya, kata 'rasa' kiranya lebih sejajar dengan kata 'taste' dalam bahasa Inggris. Lalu, bagaimana dengan kata Inggris 'flavor'? Karena bahasa Inggris sudah lebih banyak dipakai untuk mendeskripsikan dunia perkopian, maka terpaksa kata-kata dalam bahasa Indonesia yang kita pakai kita acukan pada bahasa Inggris. Sedangkan kata Inggris 'flavor' kita sejajarkan dengan 'citarasa'. Hehe .. mudah-mudahan saya tak semena-mena menggunakan kata ini. Penyejajaran ini saya pakai untuk membantu diri saya keluar dari kecondongan menerapkan 'suka atau tak suka', supaya dalam membicarakan tentang rasa, kiranya saya punya sedikit lebih banyak dasar akal sehat. Inilah maksudnya.

Dalam masalah 'citarasa' (flavor) kopi, sekalipun tak sepenuhnya berdasarkan standar, kiranya kita perlu melihat mendasarnya pengakuan tentang adanya dua variabel. Pertama: terkait dengan proses sangrai kopi: sangrai ringan (light, katanya lebih disukai orang Amerika Serikat), medium (gaya Itali), dark roasted (gaya Prancis; juga jadi kebiasaan-kesukaan ibu-ibu di Hokèng, Flores Timur), dst. Kedua: terkait dengan perbedaan jenis biji-biji kopi. Citarasa kopi yang terkait dengan sangrai mengacu pada karakter yang berasal dari biji-biji kopi itu sendiri, termasuk perlakuan-perlakuan yang diberikan pada biji-biji kopi sebelum disangrai. Misalnya, apakah buah kopi dikelupas kulitnya dengan metoda basah atau kering, apakah kemudian dijemur langsung di atas tanah atau justru karena kelalaian disimpan di dekat sabun selama berapa lama? Penyangraian itu sendiri sangat berpengaruh pada citarasa intrinsik dan aroma yang dihasilkan. Seorang penyangrai yang lihai akan berupaya untuk menyeimbangkan semua faktor identitas yang dimiliki oleh biji-biji kopi sehingga hasil sangraiannya sungguh-sungguh mampu menampilkan ciri khas dari biji-biji kopi itu.

Body: terkait dengan bobotnya, terkait dengan mutu teksturnya, persepsi tentang kekentalan atau "kepenuhan" (ada asosiasi 'bentuk'?) ketika mulai kita rasakan cairan kopi pada lidah di dalam mulut. Apakah kata ‘body’ (Inggris) dapat kita terjemahkan menjadi ‘bobot’? Ya, untuk sementara dan demi pemahaman kita, saya putuskan saya gunakan padanan kata ‘bobot’ untuk kata Inggris yang sering dipakai dalam tengara ciri kopi ini. Saya tak ambil kata ‘tubuh’ atau ‘badan’ yang juga dekat sekali maknanya dengan asosiasi padanan kata ‘body’.

‘Bobot’ dari cairan kopi terkait dengan tingkatan hasil sangrai. 'Bobot' dari kopi akan jadi rusak, jika kita kebablasan ketika menyangrai. Tapi 'bobot' juga dapat dipengaruhi oleh kondisi asal dari biji kopi itu sendiri. Setidaknya di sini diakui adanya dua variabel itu, yaitu variabel proses atau cara sangrai dan variabel ciri asal kopi. 'Bobot' dapat dibedakan dari 'ketebalan'-nya (thickness, viscocity), yang dapat dipelajari dari metode penyeduan yang diterapkan, apakah menggunakan model 'pressing' seperti alat French press ataukah model 'espresso'. Dengan French press, partikel-partikel halus dari kopi tetap bertahan di dalam bubuk kopi. Sedangkan dengan model espresso, yang menggunakan tekanan udara, kandungan minyak dari dalam biji kopi ikut terserap keluar ke dalam cairan emulsi kopi. Tapi ingat pula, bahwa kopi yang kurang diserap atau diekstrak secara memadai akan menghasilkan 'bobot' emulsi kopi yang 'ringan' atau kurang berbobot ..

Berikut ini adalah ciri-ciri yang dilukiskan dengan menggunakan kata-kata sifat yang dapat menengarai citarasa kopi. Di antaranya adalah rasa yang ‘seimbang’, tajam pahitnya, pahit-manis, asam, dst.

Aroma. Komponen ini adalah komponen yang paling sering ditengarai orang. Dicerap oleh indera hidung yang merupakan alat sensor bau. Lukisannya dengan kata sifat dapat berentang antara: harum, semerbak, wangi, dst. Aroma berkaitan tentu saja dengan kedua varibel perkopian itu: sangrai dan jenis asalnya. Secara efektif aroma kopi mulai lebih jelas berasa pada hidung kita, pada hemat saya, terutama setelah biji-biji kopi yang tersangrai itu digiling. Memang ketika disangrai, aroma kopi sudah muncul dan mulai berkembang, dan menjadi lebih jelas lagi ketika unsur gula di dalam biji-biji kopi mulai muncul. Yang terakhir inilah yang sering disebut dengan proses ‘karamelisasi’. Karamel artinya kandunga gula .. Tetapi, yang sangat krusial, adalah justru setelah biji kopi tersangrai digiling, maka karakter aslinya menjadi lebih ‘kentara’, atau ‘mencolok’. Jika Anda sering menggiling kopi sendiri, maka kemungkinan besar akan Anda dapat di sekitar teman Anda menggiling, misalnya dapur, akan terus bersisa aroma kopi, bahkan setelah beberapa hari. Fakta lain yang perlu dicatat adalah bahwa komponen-komponen aromatik yang beterbangan ketika kopi disedu memainkan peranan sangat penting yang menentukan karakter citarasa kopi yang bersangkutan.

Seimbang. Hasil sedu kopi yang Anda minum memiliki suatu keseimbangan dari berbagai cirinya. Tak ada salah satu cirinya yang mendominasi. Penilaian ini tentu juga sangat bergantung pada variabel sangrai dan variabel dari jenis asal kopi. Apakah kata ‘seimbang’ ini dapat kita padankan dengan kata ‘gurih’? Kata ini saya dapat dari mbak Kristin yang spontan berkomentar tentang citarasa kopi.

Pahit (tapi juga ‘manis’): Rasa pahit dan intensitasnya sangat bergantung pada variabel sangrai dan perlakuan-perlakuan yang telah diberikan terutama oleh para petani yang bersangkutan atau para pengelola pasca-panen kopi. Tak semua orang tak suka rasa pahit. Dan tak semua rasa pahit itu tak berguna untuk kesehatan tubuh kita, tentu dalam kadar ukuran penerapannya. Jamu contohnya. Tapi rasa pahit merupakan rasa yang umumnya kurang disukai orang. Dan perlu diingat bahwa rasa pahit ‘dapat dikendalikan’ (lihat posting sebelumnya: Mengapa kopi berasa pahit?).

Asam -- acid; pada hemat saya, rasa ‘asam’ pada kopi lebih terkait dengan asal dan varietas kopi, tetapi juga dapat terkait dengan variabel sangrai. Jika disangrai sampai terlalu gosong, maka tentunya rasa asam itu akan berkurang dan bisa sampai hilang. Agar masyarakat tidak tambah bingung, para retailer kopi di dunia Barat dianjurkan tidak menggunakan kata ‘acid’ untuk menjelaskan rasa kopi, tetapi mereka diminta untuk lebih menggunakan kata ‘bright’ (cerah?) atau ‘lively’ (bergairah?). [Mungkinkah: Kopi itu rasanya cerah? Atau rasanya kopi itu sangat bergairah? Atau ‘menggairahkan’? Mengapa tidak?]. Kopi yang memiliki rasa asam kebanyakan adalah kopi varietas Arabica. Kita orang Indonesia pada umumnya jarang mengonsumsi kopi jenis ini, sehingga kita juga kurang kenal rasa asam dari kopi. Tapi bisa teman-teman bayangkan jika anak-anak muda Jakarta tak kurang suka pada minuman kopi yang dicampur dengan jeruk? Atau yang lebih mereka sebut dengan ‘lemon coffee’?

Citarasa tambahan yang lain, misalnya berasa seperti kayu terpanggang, atau terbakar; berasa seperti jerami atau rumput; bersaput rasa buah-buahan, dst. Citarasa tambahan ini sangat bergantung pada jenis kopi. Citarasa yang khas ini dapat menimbulkan sensasi positif yang membuat orang lebih menyukai kopi, sehingga terdapat kemungkinan besar untuk direkayasa. Biji kopi yang tersimpan bersama sabun pada akhirnya dapat berasa sabun atau rasa aneh yang lain. Lalu mengapa orang tak dapat merekayasa kopi dengan rasa durian atau mangga, misalnya? Tentunya ..

Kecoklat-coklatan, seperti aroma roti dipanggang? . Kopi tersangrai dengan baik, dan mengeluarkan citarasa yang mirip dengan roti dipanggang, atau memiliki kandungan rasa seperti coklat.

Berasa seperti jamu. Terdapat kopi yang memiliki saputan rasa seperti jamu. Katanya, kopi dari Brazil dari kawasan Rio de Janiero memiliki rasa yang dilukiskan mirip dengan obat-obatan alamiah, lalu mereka menggunakan kata jadian 'rioy'.

Berasa seperti tanah. Rasa ini, katanya, cukup sering tampil dari kopi-kopi yang berasal dari Indonesia. Katanya, rasa ini mungkin karena kopi dijemur di atas tanah. Rasa ‘tanah’ (earthy, natural) ini termasuk di antara yang disukai oleh para peminum di tingkat dunia.


Berikut ini adalah beberapa ‘lukisan’ rasa kopi yang lebih condong berkonotasi negatif yang mengarah pada mutu kopi yang jelek atau rendah.

Berbau tajam (tajam menyengat?), tidak sedap (acrid). Barangkali juga dekat dengan kata ‘getir’. Kata ‘acrid’ dalam bahasa Inggris dipakai misalnya untuk melukiskan bau yang muncul ketika karet ban mobil dibakar; asapnya juga dapat membuat mata menjadi berasa perih atau ‘pedas’. Saya belum pernah merasakan kopi sampai sedemikian parahnya seperti bau ban dibakar sih ..

Kecut, masam. Umumnya akan beracu pada padanan kata ‘masam’, ‘kecut’, ‘ketar’, ‘asam’ (sour), misalnya seperti rasa mangga muda atau cuka. Namun kata ‘sour’ ini perlu dibedakan dari

Hambar, cemplang (flat? blandtasteless, weak?)

Apak (apek?), kepam (musty)

Berjamur, bulukan (moldy, mildewy?). Keadaan dapat memengaruhi sampai ke bau kopi yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar