Sabtu, 26 Juni 2010

Mengapa Kopi Bisa Berasa Seperti Air Combèran?

Paling kiri: warnanya kuning; tengah: hitam campur hijau.
Saya agak penasaran dengan kopi-kopi beras varietas Robusta yang kurang bermutu yang berasal dari tanaman kopi yang tak diurus oleh para petaninya. Seperti telah saya tulis dalam posting sebelumnya, bertajuk ‘Kopi Campur-campur Cipayung’, tampak terdapat setidaknya tiga perbedaan warna. Teman kerja saya Mbak Dwi melihat ada biji-biji kopi yang berwarna kuning, hijau, dan hitam. Kata dia, mengutip petaninya, yang kuning yang paling enak dibandingkan dengan dua yang lain.

Tapi saya bertanya lagi, sesungguhnya berapa bagian ya yang berwarna hitam, yang telah menyebabkan seluruh kopi rasanya menjadi sama sekali tak enak?

Dua foto dalam posting ini memperlihatkan, ternyata yang menyebabkan kopi jadi tak enak itu nyaris lebih dari separuh bagian dari keseluruhan kopi yang kita dapat dari petani.

Paling kiri + tengah = volume kopi dalam cangkir kanan.













Petani menjualnya dengan harga Rp10ribu. Jika rasanya tak enak, wah, barangkali itu jumlah uang yang tergolong mahal. Sebab, orang tak mau minum kopi yang lebih mirip ‘combèran’ atau ‘air bekas cuci piring’. Hehe itu istilah yang dilatarbelakangi kekesalan ..

Kita semestinya memberi dorongan dan pengetahuan pada petani itu. Tapi mbak Dwi bilang, ‘Dia sudah tahu tentang itu, tapi herannya tetap saja melakukan mencampuraduk kopi merah dengan kopi hijau mentah ..’ Kalau harga yang diterimanya naik, barangkali petani atau pemetik kopi mau memperbaiki cara dan praktiknya memetik buah-buah kopi ..**

Jumat, 25 Juni 2010

Kopi Campur-campur Cipayung

Klik pada foto ini untuk melihat lebih jelas.












“Foto kopi” —maksudnya image foto yang menggambar biji kopi (bukan "photocopy")— dari seorang petani dari Cipayung, Bogor di atas ini memiliki ukuran 640 x 480 pixel, suatu tingkat resolusi yang lumayan jelas (untuk keperluan web, ukuran large). Jadi Anda dapat meng-klik dan melihat lebih jelas. Apa? Coba perhatikan biji-biji kopi yang warnanya lebih gelap. Itulah biji-biji kopi yang semula ketika dipetik masih muda, umumnya masih berwarna hijau.

Tapi, petani perawatnya tidak terlalu memedulikan tanaman dan hasil panennya, sehingga dia asal memetik ketika panen. Dan kemudian mencampuradukkan satu sama lain antara yang tua dan yang muda. Maka tampak jelas pada foto ini campur aduk di antara keduanya.

Setelah dipilah, saya mulai menyangrai kopi muda itu, karena saya merasa penasaran bagaimana sesungguhnya rasa secangkir kopi yang berasal dari biji-biji kopi muda.

Setelah bersusah payah menyangrai, mendinginkan, lalu menggiling dan menyedunya, anjuran saya untuk Anda sekalian sekarang adalah: Jangan coba-coba minum seduan kopi muda.

Kopi seperti inilah yang tidak akan pernah kami sajikan atau tawarkan kepada Anda sekalian. Tapi itu artinya kami harus bekerja lebih keras untuk mengajak petani memilah kopi tua dari yang muda atau masih hijau. Harganya di tingkat petani pun tentunya juga akan naik karena biaya tenaga kerja untuk memilahnya. Sementara kopi muda yang terkumpul lebih baik kita jadikan kompos.**

Kamis, 24 Juni 2010

Cara menyajikan secangkir kopi bermutu

Bagaimana langkah-langkah mendapatkan secangkir kopi bermutu dari para petani dari para keluarga buruh migran yang menanam kopi dan menyajikannya agar juga mencapai mutu standar?

Namun sebelum menjawab pertanyaan itu, perlu kita jawab dulu apa artinya bermutu dalam hal ini. Apa arti ‘bermutu’ untuk kopi?

  • Di tingkat petani: Hanya biji kopi merah atau telah tua, tidak rusak karena jamur selama penyimpanan, tingkat kekeringan 13 persen
  • Di tingkat warung kopi: Disajikan secara segar, dengan cara disangrai sendiri, digiling kasar, dalam waktu selisih antara giling dan sedu sependek mungkin, bersih dari ampas.

Lalu bagaimana cara menyajikan agar kopi yang sudah bagus dari petani itu sungguh-sungguh menjadi enak dan disajikan mencapai taraf standar .. Berikut ini adalah salah satu pilihan langkah-langkanya ..


Memilah kopi
: Meminta kepada para petani atau organiser petani yang lang-sung bekerja dengan petani untuk memilah buah-buah kopi yang tua berwarna merah dari buah-buah yang masih berwarna hijau. Hal ini penting karena kopi tua memiliki rasa yang lebih enak dan lebih mantap daripada kopi muda. Selama ini para petani condong mencampuradukkan begitu saja, sehingga komposisi komponen rasa jadi merosot, alias tidak enak, dan akibatnya, tentu saja, harganya menjadi murah. Semua ini mereka lakukan pada umumnya karena dikejar keperluan dan kebutuhan hidup, bahkan hutang.

Petani mengelola biji kopi 'seperti biasanya': Langkah berikut adalah mengikuti metode yang selama ini telah dilakukan petani, yaitu mengupas dan menjemur serta menjaga agar tidak berjamur selama dalam penyimpanan. Kopi beras ini dapat bertahan lama. Bisa sampai tiga tahun atau bahkan lebih lama lagi jika dikembangkan cara-cara penyimpanan yang baik. Karena omzet warkop ini sangat kecil dibandingkan dengan dimensi kebun para petani kita, yaitu bahwa kita hanya memesan kopi beras itu dalam jumlah sedikit (±500kg/tahun), maka kita belum bisa membangun kerangka kegiatan pengelolaan kopi pada tahap pasca-panen secara lebih massif dengan berbagai peralatan yang lebih menuntut pembiayaan.

Menyangrai sendiri: Kemampuan menyangrai adalah kunci dari keberhasilan mencapai rasa yang tepat dan khas dari biji-biji kopi yang telah dipilah dengan seksama untuk khusus hanya yang berjenis merah atau tua. Mengapa ini kunci? Karena pada umumnya kita belum dapat menyangrai sendiri dengan cara yang konsisten (derajat panas tetap, gerakan sangrai tetap/teratur). Sesungguhnya jika hendak meladeni lebih banyak, maka ada prasyarat jumlah yang mencukupi keperluan pasar. Tetapi butir ini untuk kepentingan warkop ini tidaklah mendesak. Namun, jika biji kopi tak disangrai secara konsisten, maka rasa kopi (body) bisa berubah-ubah. Kita perlu melakukan standardisasi untuk penyangraian ini. Tidak lagi memadai jika kita menyangrai kopi secara tradisional dengan kuali tanah di atas kayu bakar. Sekarang diperlukan sebuah alat sangrai buatan sendiri –dan karenanya lebih murah— agar dapat mencapai prasyarat konsistensi. Mengapa perlu dibuat sendiri? Karena harga alat sangrai yang konsisten (roasting machine) masih tergolong mahal. Merancang sendiri akan mengeluarkan modal uang lebih sedikit tapi mutu tetap sama.

Kopi hanya digiling, menjelang disedu.

  • Disimpan rapat-rapat. Biji-biji kopi yang telah disangrai harus disimpan di dalam tempat yang rapat dan tidak lembab. Dalam jumlah kecil hal ini mudah dilakukan. Mengapa? Supaya tidak cepat hilang aromanya. Jika disimpan dengan baik, maka pada umumnya kesegaran biji kopi tersangrai ini dapat bertahan selama tiga bulan. Kita hanya menyimpan dalam bentuk ini sebanyak diperlukan.
  • Kapan menggiling? Kopi hanya kita giling menjelang disedu. Selisih satu yang disasarnya misalnya (hanya) satu hari atau beberapa jam saja. Hal ini sifatnya wajib dan tak ditawar, karena aroma kopi mulai keluar atau mengembang terutama hanya ketika biji-biji itu dipecah dalam penggilingan. Aroma itu akan cepat sekali hilang jika tidak segera disedu dan dikonsumsi. Karenanya untuk warkop kita ini, kita larang menyimpan kopi bubuk. Kecuali bisa dicampur dengan bahan-bahan lain (beras, jagung) sehingga tidak murni , kopi bubuk yang dibiarkan sudah lebih dari satu hari, meskipun disimpan atau dikemas dalam tempat yang rapat, telah kehilangan aroma khas kopi yang sesungguhnya begitu kuat. Jika prasyarat kesegaran kopi ini harus dipenuhi, maka kita harus sering menggiling tapi hanya pada waktunya. Penggiling paling sederhana yang kebanyakan orang memilikinya adalah alat penggiling bumbu yang dijual bersamaan dengan membeli blender.
  • Seberapa halus ketika menggiling? Jangan terlalu halus. Sebaiknya semi-kasar (diameter/panjang/lebar: setengah milimeter) Jika terlalu halus, maka aroma kopi itu lebih cepat lagi jadi pudar.
  • Alat kombinasi giling sampai sedu. Dijual peralatan giling-sedu kopi yang tergabung dalam satu unit sehingga kesegaran kopi terjamin, tapi harganya terlalu mahal. Ini bukan pilihan kita.

Menyedu dan menyaring kopi

  • Direbus model Aceh? Kopi yang telah digiling harus segera disedu. Dalam hal ini merebus kopi dalam waktu singkat seperti halnya dilakukan oleh orang Aceh adalah cara yang paling cepat dan lebih mendekati standar. Catatan: Sesungguhnya bubuk kopi akan sungguh mengeluarkan aroma maksimal dan optimalnya jika disedu di dalam air pada suhu kurang dari 100 derajat Celcius. Jadi, setelah air direbus sampai mendidih, dinginkan sebentar, baru kemudian bubuk kopi dimasukkan dan diudek. Tapi ini akan meminta waktu lebih lama. Jangan sampai para pemesan-peminum menunggu terlalu lama ..
  • Disaring dengan kain saringan tahu. Kopi yang telah direbus perlu disaring. Saringan yang tepat dan tak mahal adalah kain saringan tahu yang dipotong dan dirapikan (dijahit), kemudian diletakkan di atas corong plastik kecil yang seukuran dengan cangkir yang dipergunakan. Latarbelakangnya: peminum kopi terganggu ketika sedang minum karena malah disibukkan dengan menyingkirkan ampas bubuk kopi, apalagi bubuk kopi yang sekarang kita anjurkan adalah bubuk kopi yang tak perlu halus itu. Para peminum kopi di kota kebanyakan lebih gemar minum kopi jika secangkir kopinya tak menimbulkan kerepotan (ini kesukaan orang pada yang instan, yang kemudian dilembagakan oleh para pengemas makanan instan)
  • Pilihan ini membuat warkop dapat mendekati penyajian sedu kopi secara ‘standar’ internasional, tapi dengan gaya kampung. Ini sebuah konsep nilai jual yang menjanjikan. Masyarakat dapat minum kopi bermutu dan uenak setingkat dengan Starbuck tapi dengan harga yang murah, nyaris setingkat dengan harga di warung Tegal.
  • Kita harus mampu menyangrai sendiri dalam jumlah yang kita perlukan untuk Warkop itu. Tapi sampai sekarang belum ada alat roaster yang sesuai dengan keperluan kita. Maka kita harus merancang sendiri yang standar. Cara tradisional dengan begitu saja menyangrai biji kopi di dalam panci sudah tak mencukupi, karena condong sangat tak konsisten, tak bika menampung jumlah lebih besar, dll.
Informasi lebih detil tentang kopi dapat dilihat di dalam website ini: The Coffee FAQ: A site dedicated to coffee obsession