Kamis, 03 November 2011

Dari Yuyun: Pernah coba kopi yang asam & akibatnya jadi buang gas terus ..

Ada tanggapan dari seorang peminum kopi kami. Berikut ini pesannya yang kemudian kami tanggapi dengan tantangan lebih lanjut tentang latarbelakang citarasa kopi, kandungan acid/asam dalam kopi, beda kopi arabika & robusta, gejala buang gas setelah minum kopi asam dan kemungkinan pencegahannya tapi sekaligus tetap dapat menikmati kekayaan citarasa kopi arabika ..
Saya sudah coba yang Manggarai. Ternyata tidak terlalu asam. Tadinya saya khawatir akan sakit perut karena pernah coba kopi yang asam dan akibatnya jadi buang gas terus. Nanti kalo perlu lagi saya pesan lewat akun ini ya. Thanks. Yuyun
Perhatian kami sesungguhnya tertuju pada gejala buang gas terus itu. Baru kali ini kami mendengar keluhan ini dari para peminum kopi. Biasanya orang lebih mengeluh masalah lambung berasa tak enak karena anggapan bahwa minum kopi yang asam akan merangsang munculnya asam lambung.


Nah, kalau mbak Yuyun mau sambil lalu memberi waktu pada 'celoteh' kami, barangkali kami dan mbak Yun akan bisa mengonfirmasikan sesuatu ihwal yang terkait gastronomi (termasuk minuman). Begini: Ada teori umum yg mengatakan bahwa yang menimbulkan keluarnya banyak gas biasanya adalah bahan makanan/minuman yang lebih kurang matang dimasak/dipanaskan. Pemanasan berdampak pada bahan makanan yg semula hidup (misalnya sayuran, tapi juga termasuk biji kopi, sehingga enzim dan hormon lenyap, gas asli dari bahan alamiah itu juga ikut menguap). Setidaknya inilah pengalaman kami dengan gaya makan sayuran ala "raw foodist" & food combining. Jika makan banyak sayuran segar, maka dampaknya banyak gas akan keluar dari perut tapi tak bau. Gas perut dan semua bentuk ekskresi yang lain bisa condong berbau jika yang kita konsumsi adalah bahan-bahan yang telah mati (ayam goreng, sate kambing, telur matang, jengkol yang dimasak, dll.).

Nah, gejala (mengapa) "minum kopi asam" menimbulkan banyak gas membuat kami mengaitkan dengan fakta, istilahnya, “lebih kurang masak”-nya penyangraian biji-biji kopi dalam proses roasting. Sebenarnya jika sudah melewati tahap “lightest drinkable roast”, kiranya sudah dapat disebut sebagai sudah melewati tahap masih mentah. Namun pada tahap-tahap sangrai berikutnya, masih terdapat beberapa gaya/style yang dapat dibeda-bedakan dan memang memengaruhi citarasa kopi yang dihasilkan ketika diseduh. Pertanyaan samping yang terkait dengan sangrai kopi adalah mengapa kopi berasa asam? Para penyangrai kopi profesional memang mempraktikkan pencarian atau penyesuaian tingkat sangrai (seni sangrai kopi) yang mereka pandang paling bersesuaian dengan karakter kopi yang hendak disangrai, kecuali preferensi dari para konsumen mereka. Ini terutama berlaku terutama di dunia Barat (Eropa, Amerika Serikat sebagai dunia pasar terbesar kopi arabika).


Yang berada di dalam kotak berarsir oranye 
adalah pilihan preferensi sangrai kopi yang kami kembangkan.










Seperti telah kami sebutkan sebelumnya, umumnya diakui bahwa kopi arabika memiliki ciri citarasa khas berasa asam (dibandingkan dengan robusta) dalam pengertian tengara citarasanya (flavor note), tapi citarasa ini, menurut banyak pakar kopi, bukanlah petunjuk pH atau kandungan aktual dari acid (noun, adjective). Di sini dipandang berbeda antara rasa asam kopi (acidity) dan kandungan acid/asam/busuk pada kopi (acid/ness?) atau lazim dilambangkan dengan pH itu, yang dicatat berkisar antara 5,0 – 5,1. Tingkat ‘acidness’ ini lebih netral daripada minuman bir atau semua jenis jus buah-buahan. Kata para peneliti, tingkat keasaman kopi sejajar dengan air soda (carbonated water) yang mengandung asam karbonik yang ditimbulkan oleh terlarutnya karbon dioksida. “Keasaman” yang dimaksud di sini lebih terkait dengan materi yang mati alias busuk, yang lebih tidak bermanfaat untuk tubuh karena sudah hilangnya enzim dan hormon serta nutrisi lain.

Itulah sebabnya mengapa kopi bisa berasa asam, yang terutama disukai oleh konsumen kopi di Amerika Serikat (& Eropa Barat). Mereka bilang kopi yang masih mengandung rasa asam memiliki “kecerahan” citarasa (brightness, liveliness). Dan praktik ini bisa dibawa-bawa ke Asia. Padahal kebanyakan orang Asia lebih suka kopi tidak asam, tapi mereka juga tidak mau kopi terlalu pahit. Kalau kami sendiri, ya, asal rasa asamnya pas, sebetulnya oke juga. Tapi sekali lagi orang-orang Asia, tak terkecuali Indonesia, nyaris selalu lebih suka kopi tidak asam. Barangkali salah satu latarbelakangnya adalah asosiasi rasa asam kopi dan asam lambung, yang kiranya merupakan salah persepsi itu.

Karena preferensi tak asam ini, maka kami, Koffie Goenoeng Fdt, menetapkan pedoman umum kebijakan pelayanan sangrai sampai ke tahap “moderate dark (brown)” yang sering dijuluki secara populer dengan istilah “Vienna Roast”. Artinya dan ekspektasinya, kopi sudah tidak berasa (terlalu) asam, mungkin masih ada sedikit rasa asam, tapi tak terlalu kuat/sedikit, namun sekaligus tidak berasa terlalu pahit. Ini terkait dengan fakta bahwa jika kopi (arabika) disangrai sampai matang benar (misalnya sampai ke tahap “dark”, atau tahap “French roast” atau bahkan “Italian roast” atau “Spanish roast”). Untuk kalangan peminum kopi yang lebih kritis, mereka sering meminta kami untuk menyangrai dengan gaya “medium”, yang berarti City Roast.

Mbak Yuyun, jika ingin bereksperimen dengan citarasa kopi, barangkali bagus juga jika mencoba gaya di antara keduanya, yaitu: Full City Roast, dengan ekspektasi citarasa: sangat sedikit rasa asam sehingga diharapkan kopi sudah matang dan tak menyebabkan timbulnya gas, dan lebih dari itu dapat mencecap potensi kompleksitas citarasa kopi yang ada. Ini tentunya yang kami maksudkan adalah untuk kopi arabika Manggarai yang kita bicarakan di sini, karena tengara rasa asamnya lebih rendah daripada kopi-kopi arabika dari Sumatra.

Untuk kopi arabika Sumatra sendiri, kiranya baik untuk mbak Yuyun jika kopi disangrai secara lebih matang, bahkan kiranya perlu dicoba sampai ke gaya/tingkat French Roast, mengingat kecondongan rasa asamnya yang lebih tinggi.

Fakta lain yang juga diakui adalah bahwa kandungan kafein pada umumnya memengaruhi banyak sedikitnya keterangsangan munculnya asam lambung. Kopi yang mengandung banyak kafein akan lebih kuat memengaruhi munculnya asam lambung. Kopi robusta mengandung dua kali lipat lebih banyak daripada kopi arabika. Minum kopi robusta, karenanya, lebih beresiko memunculkan rasa tak enak dalam lambung/perut. Kopi robusta karenanya juga dipandang lebih kurang bermutu daripada arabika.**

1 komentar: