|
Ini foto yg kami jepret baru2 ini:
Kopi arabika berjuluk tentatif
Java Sunda Papandayan.
Kopi ini nyaris kami kelola sendiri
setelah sampai
pada petani pengumpul ..
Anda mungkin akan heran:
Citarasanya segar spt sirup,
acidity asam jawa (tamarind),
buah anggur & coklat. |
MUTU kopi bergantung pada berbagai faktor. Apakah kopi itu masih segar, alias baru saja keluar dari penyangraian, sudah berapa lama jarak waktu antara kopi yang berada di tangan Anda saat aktual dan saat, hari kapan disangrai.
Dan yang sifatnya lebih “imperatif” lagi adalah kapan digiling, kapan biji-biji kopi tersangrai itu dijadikan bubuk kopi. Mengapa “imperatif”? Karena memang pada saat digiling itulah biji-biji kopi melepaskan, menghambur, menyebarkan aroma (kering)-nya. Sebelum digiling sebagian besar komponen dari aroma dan semua kandungan lain dari kopi, katakanlah, masih tersimpan di dalam butir2 biji kopi tersangrai.
Kalau sudah terlalu lama sejak digiling atau dihancurkan jadi bubuk, maka aroma kopi sudah menyebar, sudah sirna, sudah terbang di udara. Seperti dipraktikkan di kebanyakan pasar2 kecamatan terdekat dr areal budidaya kopi, sangat disayangkan, bahwa aroma kering kopi itu justru menyebar hanya di tempat penggilingan, dan bukan di tempat di mana orang hanya mau menikmati kopi.
Kalau kopi yang mau kita nikmati itu memang berasal dari biji-biji kopi yang bermutu (ditentukan oleh mutu budidaya dan panennya, pemrosesan serta pengolahannya), tentunya jelas bahwa memang kopi-kopi semacam itulah yang lebih kita harapkan.