Selasa sore ini (13/7) ini kami berlagak jadi penguji mutu kopi: Dwi, Bagus dan Pras. Kopi yang dicicip adalah kopi Arabica asal Manggarai, NTT. Tim pelatihan hak ecosoc untuk para pemuka agama NTT di Manggarai baru saja pulang. Kami bergembira sekali karena kegiatan pelatihan berlangsung lancar dan banyak membuahkan hasil, termasuk mereka bawa lima kilogram kopi Arabica dari pemberian Kanisius Deki, partner peneliti asal dari Manggarai. Barangkali kopi yang diberikannya pada kita itu berasal dari kebunnya sendiri.
Kami penasaran dengan rasa kopi Manggarai yang khas ini. Maka tak sabar lagi kami mau mencobanya. Tapi tak seperti yang sudah-sudah, biasanya kami asal minum sedu kopi baru yang kami dapat. Kali ini kami siapkan formulir pengujian. Saya ambil dari coffeeresearch.org. Yang kita uji di antaranya adalah “fragrance, aroma, flavor, acidity, body, aftertaste.” Kiranya ini adalah enam unsur penting dari hasil bumi kopi bagi para konsumen-penikmat-penguji. Maaf, keenam komponen ini masih dalam istilah bahasa Inggris. Dan maaf juga kami juga tidak seteliti seperti yang dikerangkakan oleh coffeeresearch itu. Nanti dalam posting lain akan saya coba dekati, entah berhasil atau tidak.
Hasilnya bagaimana? Memang belum ada perbandingan dengan kopi-kopi sejenis yang lain. Tapi kami —yang cukup sering minum kopi dan saya juga sering meminta plus setengah memaksa mbak Dwi dan Bagus untuk cicip dan berkomentar— tampaknya agak terkejut dengan mutu kopi ini.
Kombinasi rata-rata untuk nilai mutu kopi ini dari masing-masing kami tukang minum kopi sebagai berikut ini. Bisa juga dilihat detilnya di google doc ini: Coffee Cupping.
Dwi: Light Roasted (disingkat LR, sangrai ringan, coklat gaya Amerika): 6.33; Dark Roasted (DR, sangrai matang, gaya Prancis): 6,42. Tampaknya Dwi suka dengan gaya Amerika. Tapi dia juga sekaligus lebih suka jika bisa dicoba gaya MR (Medium Roasted), tapi ini menyangrainya agak sulit.
Bagus — LR: 7,5; DR: juga sama 7,5. Buat Bagus tampak sama-sama enak untuk kedua gaya sangrai yang saya coba. Tapi Bagus juga tampak condong lebih suka LR, karena dia sampai menyeruput terus sisa kopi di cangkirnya meskipun sudah habis. ‘Bikin ketagihan,’ tulisnya di komentar formulir. Bagus juga tampak ‘murah hati’ memberi penilaian pada kopi ini.
Saya, Prasetyohadi: LR: 6,67; DR: 6,33. Baru saya kemudian sadar tampaknya saya lebih suka rada gosong gaya Prancis. Tapi terus terang saya merasakan ‘body’ dari kopi ini lebih mantap jika disangrai ringan daripada matang. Saya mendapatkan sensasi rasa asam yang berkarakter dari kopi ini. Seperti mbak Dwi menengarai, nyaris rasa pahit kopi ini hilang sama sekali jika disangrai ringan. Tapi untuk Dwi, model ini jangan-jangan adalah penyangraian yang belum matang.
Tapi terus-terang ketika menyangrai, saya benar-benar coba berhenti sesuai dengan petunjuk sangrai yang saya pikir sesuai pedoman dasarnya. Yang lebih sulit bagi saya adalah meneruskan penyangraian yang jarak waktunya sangat pendek, sementara alat sangrai rekayasa saya itu tak mampu membuat saya dapat melihat perubahan warna dari biji kopi ketika disangrai. Inilah kelemahannya. Tapi rasanya ini masih tergolong kelemahan minor, jika sesungguhnya alat sangrai itu hanya saya maksudkan untuk kepentingan menyediakan pasokan warkop dan bukan coffee house yang lebih tinggi tingkat profesionalitasnya ..
Tapi di antara kami bertiga sebagai peminum kopi, tampaknya kami setuju bahwa kopi Manggarai yang diupayakan oleh Kanisius Deki ini bukanlah kopi-kopi biasa yang biasanya beredar di pasar-pasar tradisional. Bahkan mbak Dwi berkomentar bahwa Kopi Aroma dari Bandung, yang sangat tersohor itu pun tidak memiliki jenis kopi Arabica dari teman kita Kanis ini. Kopi ini kiranya tergolong kopi upmarket untuk konsumsi penikmat kopi papan atas dengan kocek tebal di dunia antah berantah di Amerika Serikat atau Eropa Barat. Barangkali.
Pantaslah jika para petani Manggarai mengeluh bahwa harga Rp20.000 per kilogram telah dirasa tidak adil dalam perdagangan kopi. Kita benar-benar harus pikir ulang jika memang mau menawarkan kopi Arabica dari Kanis ini ke para konsumen warkop kita itu .. [Prasetyohadi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar